Beauty & the Beast – The Secret Behind Ballroom Sequence
Tahun 1991 adalah masa-masa awal penggunaan teknik digital dalam film animasi dan live action. Walaupun Disney sudah mulai membuat film dengan menggunakan teknologi komputer yang di develop oleh Pixar (CAPS) untuk pewarnaan secara digital, Pixar sendiri sudah melakukan demonstrasi teknologi yang mereka develop dalam beberapa film animasi pendek. Kemudian datanglah shot dansa di Ballroom Beauty and the Beast dimana kemungkinan teknik digital di eksplor lebih lanjut.
(Sequence Ballroom dalam Beauty and the Beast)
Disini animasi karakter yang dibuat secara tradisional akan di kombinasikan dengan model CG yang disatukan dalam CAPS untuk memungkinkan pergerakan kamera mengikuti gerakan animasi dansa. Mengawasi pengerjaan shot CG ini merupakan tugas Jim Hillin sebagai CG Supervisor.
(Jim Hillin, CG Supervisor Beauty and the Beast)
Pada ulang tahun ke 25 seri Beauty and The Beast kemarin, kami berkesempatan untuk melihat bagaimana shot Ballroom dapat diciptakan bersama Jim Hilin dan timnya. Kita akan membahas metode apa yang diadopsi dalam pengerjaan dan apa saja solusi teknis yang dilakukan dalam penyelesaian shot ini.
Bagaimana anda bisa mengerjakan sequence Ballroom dalam Beauty and the Beast (1991) ?
Jim Hillin: Saat itu aku baru saja selesai mengerjakan Jetson: The Movie untuk Hanna Barbera sekitar tahun 1988. Producer Beauty and the Beast Don Han yang mengenal saya, kantornya kemudian menghubungi saya dan menanyakan apakah saya bisa berbicara lewat telepon sekarang. Nah, kami mencoba berbicara lewat telepon walau saat itu saya berada di dalam pesawat menuju Boston. Namun kami berdua tidak bisa mendengar satu sama lain karena suara mesin pesawat. Saat saya kembali ke LA, saya datang ke Disney dan di interview.
Saya pikir hal yang mereka ingat tentang saya adalah tentang kritik saya pada departemen CG dimana-mana. Ketika kami memberikan sesuatu kepada studio CG (saat itu), mereka akan mengatakan kalau mereka bisa membuat segalanya, namun saat sebuah pekerjaan selesai kami tidak mengerti apa-apa. Saya pikir mereka tidak mengerti apa yang mereka bisa lakukan. Saya tahu ini mungkin terjadi karena pekerjaan dan waktu yang tidak sinkron dan saya pikir saya bisa melakukan hal tersebut karena saya baru saja mengerjakan CG beberapa waktu yang lalu.
Apa saja masalah yang harus anda hadapi sebagai penanggung jawab sequence Ballroom?
Jim Hillin: Mereka berkata pada saya kalau mereka menginginkan interior Ballroom dibuat dalam CG. Lalu saya mengatakan, “Oke, saya pikir itu bisa kalau hanya satu”, selanjutnya mereka berkata lagi “ya dan kami akan menjalankan kamera di dalam ruangan Ballroom itu, lalu mereka berkeinginan untuk membuat bagian di atap pada adegan pertarungan Beast dengan CG bersamaan dengan cuaca hujan”, tandas Jim.
Lalu muncul producer dan director lain pada film ini dan kami hanya punya sisa waktu 9 bulan saja untuk menyelesaikan film ini sejak saya diajak bergabung. Saya lalu berkata kepada tim, “Saya pikir saya tidak bisa menjanjikan dua shot CG, tapi saya bisa menyelesaikan satu, yakni Ballroom. Untuk shot kedua saya tidak yakin bisa menyelesaikannya”. Kami juga harus memikirkan budget, karena diisni kami tidak memiliki budget yang besar. Pada saat itu budget keseluruhan pembuatan film sekitar 20 juta US Dollar.
(Beauty and The Beast Poster Film 1991)
Pada saat itu juga merupakan awal mula CG berkembang, lalu bagaimana and bisa yakin dapat menyelesaikannya pada tepat waktu?
Jim Hillin: Kami memiliki 5 orang yang mengerjaan CG saat itu, dan 25 tahun lalu komputer yang kami gunakan hanya memiliki kemampuan 1/5 dari apa yang smartphone sekarang bisa lakukan. Hal lain adalah software, Disney baru pernah menggunakan software tersebut untuk melakukan print wireframe sebuah model CG, jadi kami belum tahu kapabiltas render-nya sejauh mana. Disney belum pernah melakukan 3D Rendering sama sekali kala itu. Karena itu, kami harus mempersiapkan pipeline software-nya agar bisa me render sesuatu.
Tahun itu, Disney juga belum pernah membuat sebuah background yang bergerak dalam film mereka. Saya datang ke gudang Disney dimana mereka menyimpan segala yang pernah mereka buat. Dan mereka punya beberapa penjaga perpustakaan disini. Saya bertanya pada mereka “Saya ingin melihat film Disney yang telah dibuat dengan background yang bergerak”. Para staff disana lalu menunjukan background dengan multi-plane pada film Bambi dan Sleeping Beauty.
Lalu saya harus berpikir keras, bagaimana cara membuat sebuah Ballroom CG dengan style gambar khas Disney? Saya lantas pergi ke departemen yang bertangung jawab atas pembuatan background untuk bertanya pada pimpinan mereka, “Apabila kalian harus mewarnai sebuah Ballroom kira-kira akan jadi seperti apa hasilnya” dan dia melakukannya dalam dua minggu, dia melukis sebuah gambar Ballroom beserta interior-nya dengan ukuran yang besar”. Dia juga sempat bertanya kepada saya “apakah saya harus melukis seluruh jendela yang ada di belakang?” saya menjawabnya “Tidak perlu, seperti ini saja sudah cukup”.
(Concept art Ballroom dalam Beauty and the Beast)
Untuk apa lukisan tersebut dibuat?
Jim Hillin: Sekarang kami punya sesuatu untuk ditiru. Jadi selama kami bisa membuat ballroom CG terlihat seperti lukisan tersebut, kami berhasil membuat sebuah CG dengan style Disney. Langkah selanjutnya adalah mengatur pergerakan kamera.
Teknik dan tools apa saja yang digunakan untuk membuat model CG dari Ballroom?
Jim Hillin: Saya pikir, itu tidak jauh berbeda dengan apa yang dipakai sekarang. Kala itu, RenderMan sudah ada, Tools itu sudah dibuat oleh Pixar bahkan sebelum Pixar membuat film animasinya sendiri. Apa yang RenderMan lakukan adalah menciptakan gambar yang indah. Saya sudah menggunakannya sejak tahun 1988. “Karena sudah banyak orang yang mencobanya dalam rendering dan mendapatkan hasil yang baik”. Untuk software modeling, yang paling bagus saat itu adalah Alias, sekarang Maya dan dimiliki oleh Autodesk. Satu hal yang menarik tentang industri adalah sudah adanya standarisasi dalam melakukan hal ini, seperti bagaimana meng input sebuah model dalam scene, membuat material yang sama pada setiap scene-nya dan hal-hal penting lainnya.
Bagaimana Alur kerjanya disini? bukankah karakter-nya di animasikan secara tradisional?
Jim Hillin: Ya, karena keterbatasan waktu, kami harus mengerjakan sequence ini secara paralel bersama animator tradisional James Baxter. Apa yang kami lakukan adalah membuat wireframe ballroom dan beberapa penanda untuk kami print sebagai acuan animator.
Pada poin tertentu, saya berbicara pada Glen Keane selaku supervisor animator dan berkata “Seperti inilah yang saya pikir tentang apa yang sedang saya kerjakan sekarang” dan saya pun memberikannya hasil print wireframe dari background ballroomnya. Saya juga memberikan overlay lantai berupa grid dengan ukuran kira-kira tiga kaki di dunia nyata. Ide awalnya adalah membuat gerakan para karakter setiap tiga kaki menyesuaikan grid yang saya buat. Ketika dia (animator) melihat grid-nya dia lalu berkata “Ya, grid ini sangat membantu”.
(Beauty and the Beast Ballroom sequence pencil test by James Baxter)
Apakah pernah ada pembicaraan seputar menganimasikan karakter dalam CG?
Jim Hilin: Tidak pernah, saya tidak yakin pernah ada yang berbicara seputar itu. Ketika saya melihat lebih dekat lagi, saya pikir mereka sudah kerepotan dalam mengatur perspektif karakternya. Kami juga mengira-ngira lokasi Belle dan Beast dalam scene Ballroom tersebut. Untuk memberikan gambaran kepada Jeff tentang bagaimana gerakan karakter akan dibuat, kami membuat bentuk geometris kasar sebagai referensi dimana karakter berada pada setiap frame, lalu kita gabungkan itu dengan musik. Saat kami berikan kepada Jeff, dia berkata “Ya, ini mungkin dilakukan”.
Bagaimana cara itu semua bisa masuk dalam sistem pewarnaan digital CAPS yang dibuat oleh Disney?
Jim Hillin: Yang menarik pada CAPS bukan hanya digital ink dan painting system yang mereka punya, tapi juga kemampuan software tersebut dalam mengatur semuanya. Bagian terhebat dalam software tersebut adalah database handler-nya, fitur ini mampu melihat semua perubahan pada file-file yang kami punya.
Untuk integrasi bentuk 3D kedalam CAPS, kami membuat backgound dengan dimensi yang sesuai dengan format film untuk di scan kedalam CAPS. Setiap bagian dalam shot di scan secara terpisah, setiap karakter, properti dan backgroud-nya. Setalah kami scan, barulah di warnai dengan software digital coloring milik CAPS. Pada waktu itu, kami sudah memiliki fitur layering yang cukup untuk mewarnai dan membuat komposisi.
(Wireframe Ballrom dalam Beauty and the Beast)
Apa yang anda ingat tentang reaksi para penonton saat film dirilis?
Jim Hillin: Saya ingat saat produser Don Hann menulis sebuah note kepada saya. Beliau memuji saya untuk sequence Ballroom tersebut, dia sangat terpukau dengan keindahan-nya. Saya pikir dia terlalu berlebihan, saya juga tidak begitu menaruh perhatian pada saat perilisan. Namun saat hal ini diberitakan, saya pikir ini benar-benar bagus. Sampai hari ini pun, jika saya mengatakan bahwa saya yang bertanggung jawab dalam pengerjaan sequence Ballroom, orang-orang akan mengira bahwa saya bercanda.
Jim Hillin sudah pernah bekerja di beberapa studio VFX antara lain Digital Domain, Sony Pictures Imageworks dan Entity FX. Dia bekerja lagi di Walt Disney Animation untuk Dinosaur dan di film animasi Warner Bros berjudul Looney Tunes: Back in Action. Dia juga orang dibalik komik strip Wireheads. Sekarang Jim bekerja sebagai CG Supervisor di Duncan Studio.