Thanos the Face of Avengers infinity War
Salah satu aspek yang membuat Avengers: Infinity War menjadi spektakuler adalah empati yang dimiliki oleh tokoh antagonis Thanos. Tidak jarang bagi para penjahat untuk digambarkan sebagai karakter yang satu dimensi dan kurang memiliki kedalaman. Dalam Avengers Infinity War, Thanos memiliki karakter yang jauh dari penjahat yang membosankan. Sebaliknya, kita dapat melihat Thanos sebagai tokoh yang kompleks dengan penampilan yang luar biasa berkat aktor Josh Brolin.
Josh Brolin dapat memberikan performa yang kompleks dan terstruktur karena ia melihat gambaran karakter Thanos yang disediakan oleh Digital Domain pada awal pengambilan gambar pertama. Josh Brolin mengakui bahwa hal tersebut membantunya dalam mempertahankan karakter yang kompleks selama perekaman.
Dalam film tersebut, pembuatan tokoh Thanos secara garis besar dilakukan oleh Digital Domain, yang telah mengambil 400+ cuplikan akan tokoh tersebut. Kemudian Weta Digital ikut bergabung untuk membantu dalam menangani pertarungan-pertarungan besar antara Thanos dan karakter-karakter lainnya.
Digital Domain puts a face on evil
VFX Supervisor Kelly Port memimpin tim Digital Domain untuk mengerjakan wajah Thanos dalam film Avengers: Infinity War
Marvel menyadari bahwa Thanos akan memiliki waktu di layar melebihi 40 menit, dan jika karakter tersebut gagal, maka film tersebut akan gagal juga. Oleh karena itu mereka mengikutsertakan Digital Domain 3-4 bulan lebih awal dari jadwal perekaman, sehingga mereka dapat waktu lebih untuk melakukan beberapa pengembangan dan percobaan.
The Josh Brolin’s test
Tes awal tersebut sangat menentukan bagaimana Josh Brolin akan memerankan Thanos. Testing yang dilakukan meliputi 3-4 rekaman Josh Brolin sedang berbicara kepada para direktur. Digital Domain mengambil cuplikan tersebut dan menempatkan Thanos di dalamnya, proses dilakukan dengan detail yang sangat mirip dengan hasil akhirnya.
Test sequence ini sudah terselesaikan pada hari pertama. “Pada hari pertama perekaman kami semua berada di dalam sebuah trailer bersama dengan Kevin Feige, eksekutif-eksekutif marvel, dan dengan para direktur. Kita semua berdiri dipojokan selagi Josh Brolin meninjau hasil testing tersebut. Para perwakilan Marvel dan direktur sangat bersemangat dengan hasilnya” ucap Port. “Sangat baik untuk dia untuk menyadari bahwa sebagai sebuah aktor, dia sedang mempermainkan karakter sebuah karakter CG yang sangat populer. Hal tersebut menunjukan bahwa dia akan memerankan sebuah karakter yang lebih besar darinya, dan hal tersebut akan berhasil melalui kompleksitas wajahnya”. Bagi Josh Brolin percobaan itu merupakan sangat membantunya karena cuplikan tersebut didasarkan padanya yang sedang berperan, namun juga secara bersamaan berbicara seperti biasanya. “Saya merasa hal itu membantunya untuk berperan sesuai dengan keinginannnya” ucap Port.
Setelah 18 bulan setelah test tersebut, Port dan rekan-rekannya terkejut terhadap seberapa banyak mereka telah berkembang. Hal ini dapat terjadi karena proses pembelajaran yang rutin dan pendekatan-pendekatan lainnya yang dilakukan selama pembuatan film.
On Set
Seketika pengambilan gambar pertama dimulai, aktor-aktor yang akan dikembangkan secara digital akan diperlengkapi dengan body capture suits. Josh Brolin direkam di dalam studio menggunakan motion capture type suit, namun tidak selalu menggunakan capture volume. Terkadang-kadang tim mencocokan performa gerak badannya menggunakan animasi, karena script memiliki terlalu banyak elemen yang tidak dapat digunakan melalui body capture. Namun tentunya 90% pergerakan Brolin diimplementasikan dari studio secara langsung. “Bekerja secara langsung di dalam studio lebih bagus dibandingkan hanya menggunakan blank capture volume stage”, ujar Port.
Untuk wajah para aktor, mereka menggunakan helmet cameras rigs (HMC), dan di rekam menggunakan resolusi HD dalam 60 fps. HMC disusun secara vertikal dan didepan muka para aktor. Lebih tepatnya, hanya bagi para aktor yang akan diciptakan kembali secara digital, seperti Brolin.
Setelah syuting selesai, para team telah mendapatkan timecode untuk proses motion capture, facial capture, dan plate photography. Pada titik ini, tim akan mulai untuk melacak wajah-wajah secara digital. Hingga pada titik dimana pipeline sudah sangat mirip titik facial pipeline yang ditetapkan dalam produksi. Dan dalam pada proses ini, Digital Domain telah menginovasi cara menggunakan footage dan input data yang inovatif.
Digital Domain telah membuat sistem dua tahap dalam menangani facial animation menggunakan software buatan mereka Masquerade dan Direct Drive. Kedua alat ini bekerja saling melengkapi untuk dapat membuat facial animation berkualitas seperti milik Thanos.
Masquerade
Stereo head cams dapat menghasilkan rekonstruksi mesh yang rendah untuk wajah aktor Josh Brolin. Tetapi bukannya untuk mengatasi mengubah resolusi rendah ke FACS AU, pipeline Digital Domain menginterpolasi mesh beresolusi rendah menjadi mesh beresolusi tinggi mengunakan perangkat lunak Masquerade.
“Masquerade merupakan aplikasi yang memampukan kita untuk dapat merekam facial performances dengan lebih flexible dan dengan limitasi lebih sedikit dari apa yang pernah kita lihat atau lakukan dari sebelumnya” kata Darren Hendler, Head of Digital Humans. Masquerade telah berkembang jauh dan Digital Domain menggunakannya untuk merekam kompleksitas dari para aktor.
Program ini menggunakan algoritme untuk mengubah mesh menjadi resolusi tinggi dengan tingkat kualitas yang sama jika kita menggunakan perangkap rekamyang beresolusi tinggi”, ujar Port.
Pada dasarnya, Digital Domain merekam frames wajah para aktor dengan sebuah helmet-mounted camera system, AI, dan resolusi yang lebih tinggi. Masquerade menggunakan machine learning untuk mengambil tracking data beresolusi tinggi dari sesi perekaman menggunakan Medusa, lalu mengubahnya menjadi 150 facial data points yang diambil melalui perekaman motion capture HMC, dan kemudian mengubahnya menjadi sekitar 40,000 poin 3D motion data beresolusi tinggi dari para aktor.
Walaupun unit HMC berguna, kamera HD memberikan detail yang kurang bagus dibandingkan jika seorang aktor duduk dan menggunakan Medusa rig. Kekurangan Medusa rig adalah aktor harus dalam keadaan duduk, di dalam sebuah pencahayaan khusus, dan menjaga kepala mereka relatif diam. Sebaliknya, kamera HMC menyediakan aktor dengan lingkungan akting yang lebih baik, karena mereka menggunakannya di set nyata, dan aktor-aktor dapat berinteraksi secara bebas, tetapi kekurangannya adalah tracking detail juga menurun. Setidaknya jika dibandingkan dengan scan Medusa dimana data jauh lebih bagus dan lebih rinci, tetapi gerakan aktor terbatas karena tempat duduk yang digunakan hanya dapat dikendalikan secara terbatas.
Here’s how Masquerade works.
Training data dikumpulkan menggunakan scans beresolusi tinggi dan menghasilkan pergerakan wajah aktor yang presisi sesuai dengan pergerakannya. Hal ini memampukan komputer untuk dapat melihat lebih banyak detail wajah aktor dari ekspresi ke ekspresi. Data 4D ini sangat berharga karena pipeline lainnya menunjukan capture key, lalu kemudian software ditinggalkan untuk meletakan transisi antara pose, dan menunjukan bagaimana pergerakan kulit bergerak dan menarik antara transisi pose satu sama lainnya.
(test footage aplikasi “Masquerade” di the SIGGRAPH 2017)
“Selama sesi motion capture dengan para aktor, para aktor menggunakan motion capture suit sambil menggunakan helmet-mounted camera system, dan mereka pun dapat berperan besama pemeran lainnya. Pada sesi ini, kami dapat melakukan body capture dan facial capture para aktor secara bersamaan.”, komentar Hendler. Tidak hanya ini membantu aktor dalam berakting, namun data-data yang kita dapatkan juga lebih akurat. Seperti jika para aktor tiba-tiba berputar selagi berjalan dan mengantarkan sebuah pesan, para tim dapat mendapatkan data yang lebih akurat dan sinkron. Selama ini, untuk mengkombinasi antara dua input tersebut dilakukan secara manual namun dengan menggunakan Masquerade, kedua input tersebut dapat dilakukan dengan lebih akurat, terlebih lagi hal tersebut dilakukan secara otomatis dengan menggunakan AI datanya sehingga lebih efisien.
Secara teknis Masquerade bukanlah sebuah neural network atau AI komputer lainnya, Masquerade berfungsi hany menggunaka local space pada komputer. Masquerade dapat berkata “pada area ini saya telah mengabungkan mesh sebisa saya, jadi sekarang saya memiliki informasi yang cukup untuk mempelajari apa wajah ini seharusnya terlihat” atau “apa yang hilang dari base match akan disesuaikan dengan training data beresolusi tinggi”, tambahan Hendler. Apa yang hilang dari mesh beresolusi rendah biasalnya memiliki frekuensi normal atau tinggi seperti kerutan dan lain-lain. Kemudian AI dapat menambahkan hal tersebut secara otomatis dengan baik dan konsisten.
(Hasil test software “Masquerade” oleh Disney Research Institute, Zurich, 2014)
Secara teknis, Masquerade didasarkan pada dua penelitian yang berbeda. Dimulai pada 2008 SIGGRAPH paper Pose-space Animation dan Transfer of Facial Details oleh Bernd Bickel, Manuel Lang, Mario Botsch, Miguel A. Otaduy, dan Markus Gross. Bersama dengan penelitian paper yang dipublikasi pada tahun 2014: Facial Performance Enhancement Using Dynamic Shape Space Analysis. Ini dipublikasi di ACM Transactions of Graphics oleh sebuah group peneliti senior dari Disney Research Zurich. (Amit H. Bermano, Derek Bradley, Thabo Beeler, Fabio Zund, Derek Nowrouzezahrai, Ilya Baran, Olga Sorkine-Hornung, Hanspeter P.ster, Robert W. Sumner, Bernd Bickel, dan Markus Gross.)
(Pengembangan software “Masquerade”)
Dalam test diatas, image marks (titik) pada muka sang aktris dapat dilihat untuk menghasilkan mesh yang beresolusi rendah, lalu dari situ akan dikembangkan dengan detail lebih seperti kerutan untuk menghasilkan output dengan resolusi tinggi.
Disney Research Zurich sekarang telah mengeluarkan salah satu tim facial reconstruction and animation paling dihormati dalam seluruh dunia. Kerja keras mereka sangat berinformasi dan digunakan, tidak hanya oleh Digital Domain, namun juga ILM untuk facial pipeline mereka.
Kedua pendekatan ini disoroti dalam penelitian yang digabungkan oleh Lucio Moser, Darren Hendler dan Doug Rouble di Digital Domain ke dalam sistem Masquerade mereka untuk memberikan solusi bagi para tim dalam film Avengers: Infinity Wars. Solusi mereka dipakai secara sukses dan menghasilkan rekonstruksi error lebih sedikit dengan komputasi yang lebih sedikit dan membutuhkan lebih sedikit memory dari yang digunakan penelitian original yang dilakukan pada 2008, karena dicampurkan dengan hasil penelitian Disney Resarch Zurich 2014.
Seluruh pendekatan ini memecahkan salah satu masalah mendasar dari pendekatan FACS yang merupakan efek kombinatorial non-linear dari menggabungkan AU. Dengan pendekatan ini, Digital Domain memiliki data nyata tentang cara memindahkan antara ekspresi dari sesi Medusa training data yang telah ada di Atlanta dengan rig Medusa yang mereka buat di sana untuk Avengers. Tetapi kuncinya adalah bahwa hal ini didasarkan pada tindakan Josh Brolin di set dengan aktor lain, dan tidak sendirian di rig Medusa.
Setelah team mendapatkan pergerakan tepat aktor dalam Resolusi tinggi, dalam khusus ini Josh Brolin, tim lalu akan membuat ulang wajah Brolin dalam bentuk 3D kepada Thanos 3D.
Direct Drive
Proses kedua pipeline Digital Domain adalah Direct Drive. Direct Drive mengambil data dari Masquerade dan mengubahnya kepada target, dalam kasus Avengers: Infinity War, dari Josh Brolin ke Thanos, dengan meletakan peta antara aktor dengan target. Sebuah versi Direct Drive juga digunakan dengan sukses sebelumnya oleh Digital Domain seperti Beauty and the Beast.
Pemetaan-nya meliputi definisi antar aktor dengan karakter, bagaimana membedakan elemen setiap anatomy sejajar yang unik. Direct Drive kemudian mencari tahu cara yang paling baik untuk memindahkan ekspresi keunikan dari wajah Brolin kepada keunikan wajah Thanos.
Mengapa Direct Drive berbeda dengan normal retargeting lainnya? “Sangat mirip dengan Masquerade dalam suatu cara, kita tidak mengandalkan struktur muka untuk membuat animasi pergerakan karakter. Kita tidak mengambil wajah Josh Brolin dan menyelesaikannya dalam struktur FACS. Karena kami tidak mengandalkan struktur FACS untuk performa akhir, kami tidak terpaku untuk menyelesaikan face rig miliknya.” Mereka memetakan antara mesh digital Brolin kepada mesh digital Thanos mesh bersama koresponden, dan setelah itu mereka menyelesaikan masalah solusi kembali menjadi sebuah struktur animasi sehingga para animator dapat menyesuaikan dan mengubahnya. Ini merupakan kebalikan proses biasanya. “Struktur animasi baru ini lebih dapat dibilang mengendalikan struktur daripada mendefinisikan struktur”, dijelaskan Hendler. “Selama menggunakan Direct Drive, kami memindahkan beberapa pengujian dan proyek dari muka sang aktor (Brolin) kepada sang karakter (Thanos)”, dijelaskannya. “Dan kita juga masih mempunyai kesempatan untuk mengotak-atik bagaimana hal itu akan dipindahkan”.
Menambahkan animasi tambahan merupakan tahapan penting, Digital Domain memastikan hasil digambarkan seakurat mungkin kepada karakter dan sejajar dengan apa yang direktur ingini. Dalam proses ini animator dapat memasuki beberapa tambahan lagi. Titik awal proses pemindahan merupakan perpindahan paling berpengaruh terhadap hasil. Secara alami perbedaan bentuk wajah antara Thanos dan Brolin menaruh tim yang bertanggung jawab pada animasi karakter memiliki peran yang sangat penting.
“Untuk animasi, kami membuat struktur rancangan kami sendiri, sedangkan untuk memindahkan pergerakan dapat digerakan secara animasi. Hal ini masih mempertahankan data yang telah didapat dengan resolusi yang tinggi dan memastikan kita tidak kehilangan sedikit pun kompleksitas dari pergerakan sang aktor.”, ucap Hendler.
Untuk tahap akhir, adegan-adegan dipertanggung jawabkan dengan kelompok animasi yang dipimpin oleh Animation Director Phil Cramer untuk melakukan perubahan kecil dan memastikan sesuai dengan apa yang direktur ingini.
Cramer dan tim-nya selalu dapat menggunakan hasil-hasil proyek sebelum-nya sebagai sebuah referensi dan seringkali membandingkan Thanos dan Brolin satu sama lain. “Secara pasti, proses ini semakin cepat dengan semakin banyaknya rekaman yang tersedia”, komentar Port. “Hal itu baik, dan sangat membantu dalam menangani lebih dari 400 adegan. Melihat kembali adegan-adegan tersebut merupakan hal yang sangat penting, dengan kurangnya perlengkapan, jika melakukannya dengan key-frame akan membutuhkan lebih banyak orang dan usaha, jadi hal ini menjadi langkah yang sangat besar bagi kita untuk maju”, tambahannya.
Salah satu alat yang para animator kendalikan adalah sebuah lapisan kulit di atas otot wajah, tetapi para tim tidak terlalu menggunakannya sebagai simulasi otot diatas apa yang direkam secara natural. “Tetapi kita masih mempelajari hal tersebut, dan kami ingin berusaha mengunakannya kedepan, kami masih mempunyai cukup banyak shot modelling yang harus dilakukan”, komentar Port. “sebenarnya terdapat banyak arah dari ototnya yang tidak kami antisipasi dalam perencanaan. Marvel merasa jika Thanos berdiri, untuk dapat dia terlihat “hidup” dibutuhkan otot-otot kecil terus bergerak… ini semua merupakan sebuah penyesuaian yang dipesankan untuk otot-otot, shot modelling, atau pergerakan simulasi kulit”, tambahannya.
Lighting and Shaders
Sebagai tambahan animasi, para team bekerja keras untuk membuat shaders, lighting, dan technical compositing pipeline untuk karakter mereka.
Bahkan dengan proses animation capture, model akhir Thanos masih membutuhkan detail yang lebih dalam lagi. Disini para model menggunakan scan photogrammetry Brolin untuk menjadi referensi dan detail untuk ditambahkan ke model Thanos secara manual menggunakan Z-brush. “Chris Nichols Look Developer and Texture supervisor kita, melakukan kerjanya dengan luar biasa. Dia adalah orang pertama untuk benar-benar mengenali Thanos dan mengembangkan penampilannya, dialah yang melakukan displacements dan detail paling banyak”, komentar Hendler.
Para tim menggunakan V-Ray untuk me-render semua pekerjaan mereka. Salah satu kesulitan untuk karakter Thanos adalah mendapatkan warna kulit yang benar. Tim kami memiliki sebuah maket kecil di set, tetapi setiap lighting pada suatu lingkungan memiliki tantangannya sendiri. “Kami menyadari cukup awal jika ia terlihat terlalu ungu maka ia akan terlihat seperti tokoh kartun – tetapi kita juga tidak boleh membuatnya terlalu desaturated”, dijelaskan Port. Penampilan kulitnya bukan hanya masalah pigmentasi tetapi juga rambut halus di kulitnya.
Hal tersebut menimbulkan suatu pertanyaan: Apakah Thanos memiliki rambut pada bagian wajah?
Kami memutuskan untuk membuat Thanos memiliki rambut dan memastikan Thanos dimodelkan dengan rambut halus seperti halnya manusia. Hal ini didasarkan pada suatu pemikiran bahwa semakin mereka membuat Thanos mirip kepada para penonton, maka semakin photo-real kulitnya, (walaupun mungkin, hanya beberapa orang yang menyadarinya), semakin mudah menunjukan suatu karakter menjadi lebih nyata. Sebagai hasilnya, ia mempunyai sebuah lekukan dikit pada kepalanya, dan hal ini membantu memberi detail yang lebih pada adegan-adegan close up.
Kami juga tidak mengimplementasikan aliran darah pada Thanos, “mempertimbangkan pewarnaannya, saya merasa anda tidak akan memperhatikannya di layar lebar nanti. Apa yang anda akan lihat adalah hal-hal seperti ekspresi yang ekstrim. Kami sudah mencoba sebelumnya dan saya merasa jika kami cukup beruntung dengannya lagi. Saya ingin mencoba untuk mengimplementasikan lagi jika memungkinkan”, ujar Port. Hendler setuju pada versi berikut, Digital Domain ingin untuk lebih memberi ekspresi lebih, dengan mencoba menambahkan aliran darah. “Ini merupakan aspek yang menarik, terkadang dapat membuat wajah terlihat lebih relistik dan tidak seperti plastik, namun terkadang sulit untuk mengatakan mengapa”, komentarnya.
Kami juga membuat model mata yang baru untuk Thanos, dibuat berdasarkan modeling Digital Domain pada bagian mata. “Kami memiliki sebuah sejarah dalam fokus kepada bagian mata dan memodelkan sangat banyak pada bagian kelopak mata, kulit mata, bentuk, dan bahkan hingga kelembapan mata. Tim kami telah melakukan karya yang indah untuk bagian itu”, ujar Port.
Pencahayaan dalam pada pembuka, kematian Loki adalah salah satu adegan yang paling sukses menurut Port, karena kapal ruang angkasa yang sebagian hancur, tim dapat memposisikan api dan lampu sedemikian rupa untuk memaksimalkan dampak dari setiap adegan. Dibandingkan dengan sequence pertarungan akhir atau saat kilas balik kondisi Lighting di dominiasi oleh warna yang alami.
Weta Digital
Weta Digital dan Digital Domain bersama-sama melakukan Look-Development untuk Thanos. Adegan-adegan yang dilakukan Weta lebih fokus terhadap adegan pertarungan di Titan, dan terpisah dengan karya Digital Domain. Mereka berdua berusaha untuk mengawasi visual effect masing-masing, supaya Thanos dapat terlihat dan berperan dengan sinkron.
Pipeline milik Weta sangat berbeda dengan Digital Domain, dan walaupun kedua perusahaan tersebut bekerja bersama, keduanya sangat berbeda secara teknis. Pipeline yang dimiliki Weta didasarkan oleh standar mereka pada pipeline wajah FACS dan pada hasilnya Thanos di render menggunakan Manuka renderer milik Weta. Kedua perusahaan mendapati update satu sama lain secara progresif, namun pada segi rigging mereka berdua sama sekali berbeda. Matt Aitken adalah Weta Visual Effects Supervisor, yang menyelesaikan lebih dari 200 adegan Thanos dan 250 adegan VFX lain-nya.
Sidney Kombo-Kintombo adalah salah satu Animation Supervisor di Weta Digital untuk Thanos, “Salah satu hal besar yang kita lakukan adalah mentranslasi gerakan aktor Josh Brolin kepada Thanos, tokoh dengan perawakan tubuh yang besar”, ujarnya.
Weta memiliki beberapa hasil scan wajah Brolin yang di buat menggunakan FAC rig untuk menangkap detail otot bagian wajah. Pendekatan mereka lebih berfokus pada sistem otot yang sangat akurat sehingga dapat menyatukan pergerakan-pergerakan kecil di wajah dan mendapatkan hasil animasi yang lebih akurat dan detail.
Matt Aitken selaku VFX Supervisor Weta Digital berada di Atlanta untuk perekaman motion capture di lokasi syuting, dan dengan menggunakan data yang Aitken bawa, tim Weta dapat membuat FACS model mereka sendiri yang selaras dengan pipeline mereka.
Tim Weta mensinkronisasi otot digital pada model CG Brolin dan Thanos. “Kemudian kami menganimasikan karakter Brolin. Dan setelah kami senang dengan hasil yang mirip dengan Josh Brolin yang asli, kami kemudian mentransfer itu kepada karakter Thanos dan tinggal memodifikasi beberapa hal di wajah Thanos”, dijelaskan Kombo-Kintombo.
Diatas animasi dasar, tim Weta menambahkan animasi-animasi tambahan dan ekspresi-ekspresi. Ketika pemetaan cukup akurat dengan otot yang sama, terkadang beberapa hal mungkin berbeda dengan tujuan awalnya karena perbedaan antara muka Josh Brolin dengan Thanos. Weta tidak mengunakan flesh simulation pada Thanos. Mereka hanya menggunakan key frame animation, dipastikan oleh Kombo-Kintombo. “Kita sangat berhati-hati, karena dapat membuat wajahnya terlalu jelly-like”, dijelaskannya.
Plate photography untuk Titan sebagian besar dilakukan di green screen bersama dengan beberapa detail kecil di set. Tim Weta kemudian membuat berdasarkan ini dan kemudian lanjut membuat sisa planetnya, mereka juga harus menunjukan seperti apa Planet Titan sebelum adanya terkena dampak overpopulasi.
Untuk animasi wajah terdapat dialog cukup panjang dengan Dr Strange dan beberapa potongan dari adegan pertarungan.
Salah satu aspek yang membutuhkan pemeriksaan silang antara Digital Domain dan Weta adalah detail pada dagu Thanos serta pergerakan ototnya. “Kita berusaha untuk mencocokan pergerakan mulut Thanos semirip mungkin dengan apa yang dilakukan Josh Brolin, dan hal itu cukup menantang, apalagi pada bagian bibir. “Namun, ketika kamu mencapai titik dimana hal tersebut berhasil, hal tersebut cukup menyenangkan.”, ujar Kombo-Kintombo.
Adegan sulit lainnya adalah ketika Mantis berada di bahu Thanos. Adegan itu adalah salah satu adegan pertama yang dimulai oleh Weta, dan itu melibatkan Mantis menarik tiga dari empat bagian wajah di wilayah alis. “Kami harus menambahkan beberapa detail supaya penonton dapat melihat dan merasakan tekanan di wajahnya,” komentar Kombo-Kintombo. “Kami menambahkan-nya, supaya Anda bisa melihat seberapa besar pengaruhnya pada wajah dan otot mana yang ditekankan”.
Selain Thanos, tim Weta harus menghasilkan animasi karakter untuk karakter-karakter lainnya pada adegan pertarungan yang juga melibatkan sejumlah besar simulasi hard-body, asap, api dan ledakan.
Untuk karakter lain, fokus tidak terpaku kepada wajah mereka (karena topeng mereka), tetapi untuk memastikan bahwa Iron Man dan Spiderman memiliki bobot yang cukup dan terasa sangat nyata, terutama dalam interaksi dengan Thanos. Menggunakan motion capture untuk adegan ini tidak memberikan bobot yang cukup pada penamppilan sehingga tim Weta mengandalkan para animator untuk membuat setiap karakter dapat dipercaya dan berkualitas.
Tim yang bertanggung jawab pada efek-efek memiliki banyak adegan efek singkat pada sequence pertarungan. Seperti berbagai kombinasi sihir dari Dr Strange, kekuatan api dari Ironman dan kehancuran umum dari Thanos, sequence di Planet Titan berakhir dengan ‘cut‘. Tim bahkan harus memecahkan sebuah bulan dan menghujani seribu fragmen berukuran planet kepada pahlawan kita.